Sekarang tak ada lagi pertanyaan-pertanyaan lirih yang
menanyakan kapan aku lulus, sekarang taka da lagi sesosok laki-laki yang begitu
tegas padaku. Sekarang taka da lagi laki-laki yang tertidur lemah di temat
tidur menanti anaknya pulang, sekarang taka da lagi bapak yang setiap pagi
duduk di kursi roda.
Tanggal
10 maret 2014 pukul 18.05, bapak menghembuskan nafas terakhir. Kelemahannya
saat di dunia, menahan sakitnya tubuh saat dipindahkan dari kursi roda ke
tempat tidur atau sebaliknya, kini beliau telah tiada di dunia yang fana ini.
Bapak meninggal di usianya yang ke 74 tahun, saat usiaku 21 tahun. Saat aku
belum bisa memberikan apa-apa untuknya.
Firasat,
mungkin ada tapi aku menghalaunya jauh-jauh dari pikiranku.
Teringat
saat bulan februari 2014 kemarin, seharusnya aku melakukan kerja praktek
bersama teman-temanku. Alhamdulillah saat itu keraguan muncul luar biasa di
hatiku, karena memang factor dana yang memang tidak mencukupi jika aku ikut
kerja praktek, selain itu entah mengapa hatiku sangat ingin di rumah merawat
bapak, saat itu aku merasa galau luar biasa sampai akhirnya aku serahkan semua
kepada Allah, dan akhirnya aku mantap untuk tidak kerja praktek, memutuskan
untuk merawat bapak di rumah dan juga membantu ibu. Kurang lebih 2 pekan aku di
rumah. Aku membantu sebisa yang aku lakukan, tak banyak pesan yang disampaikan
oleh bapak, salah satunya tentang kelulusan dan wisuda. Meski dalam kondisi
yang lemah dan terbatas, bapak masih memikirkan setiap anak dan cucunya.
Mungkin aku yang paling banyak menjadi pikirannya. Suatu saat, saat gunung
kelud meletus abunya sampai ke rumahku, seharusnya saat itu aku balik ke jogja
namun melihat berita bahwa abu sangat tebal di jogja maka bapak menangis
padahal saat itu aku masih di rumah, akhirnya aku menunda kepulangan sampai
hari minggu sembari menenangkan bapak dan ibu, kalau aku tidak akan
kenapa-kenapa.
Sepulang
dari rumah, malam pertama di jogja setelah pulang, aku bermimpi, Allah
memberiku mimpi yang sangat aneh menurutku, aku bermimpi gigi gerahamku lepas
dan aku merasa sangat sedih bahkan sampai menangis di dalam mimpi, sampai
bangunpun hatiku terasa sangat sedih, seketika aku mengirimkan sms kepada mba
ku di rumah, mba berpesan untuk tetap berpikir positif. Mimpi adalah bunga
tidur pikirku. Sampai beberapa hari kemudian aku bermimpi lagi persis mimpi
yang sama, aku pun mengirim sms ke mba ku lagi, jarang-jarang kalau aku
bermimpi memberi tahu kepada orang lain apalagi mba ku yang jauh di Banjarnegara
sana, tapi yang kedua kalinya mba ku tidak membalas, aku hanya bisa berdoa saat
itu. Sampai aku memutuskan untuk memajukan tanggal kepulanganku, aku baru 3
pekan di Jogja padahal seharusnya aku pulang menunggu 4 pekan, namun hatiku
sangat kuat kalau aku harus pulang. Hari kamis sehari sebelum aku pulang, aku
bertemu dengan temanku dan main di kosannya, takdir Allah, dia dan bapak kosnya
membicarakan tentang mimpi dan bapak kosnya pun ikut mengartikan mimpinya,
mungkin itu hanya bercanda atau hanya pendapat orang. Aku pun menyampaikan pada
temanku, kalau aku dua kali mimpi gigi gerahamku lepas, dan temanku bilang
kalau ada yang mau meninggal. Aku menyangkalnya, itu mungkin hanya bunga tidur,
aku tanya di rumah semua baik-baik saja. Jumat aku pulang, sampai di rumah
seperti biasa bapak berada di tempat tidurnya, kalau bapak sedang tidur aku
tidak berani membangunkannya. Sampai suatu sore saat bapak mau duduk di kursi
roda aku melihat bapak sangat lemas, bahkan untuk duduk tegak di kursi roda
terlihat sangat lemah. Sampai aku bertanya pada mba ku dan ibuku, bapak kenapa
kok lemas begitu. Jawaban mba ku, namanya manusia kadang bersemangat kadang
tidak. Sampai malam hari pun tiba. Aku tidur bersama ibu, sebelum tidur
biasanya kami membicarakan banyak hal sampai akhirnya aku bertanya pada ibu,
kenapa bapak begitu sepi tidak memanggil-manggil ibu, sebelum-sebelumnya setiap
malam bahkan mungkin setiap jam bapak akan selalu memanggil-manggil ibu mungkin
karena kesepian tapi malam itu berbeda, malam itu begitu sunyi dan aku pun
merasa janggal, namun ibu menjawab mungkin bapak mengerti karena sebelumnya ibu
bilang kalau ibu sedang tidak fit, memang saat itu ibu sedang sakit, tekanan
darahnya tinggi. Aku pun menerima saja semua jawaban pertanyaan-pertanyaan yang
aku ajukan. Sampai besoknya aku membatu ibu mengangkat bapak dari kursi roda ke
tempat tidur dan ini sangat aneh, biasanya disentuh sedikit bapak akan merasa
sakit dan bilang “sakit” tapi tumben pagi itu bapak hanya diam tidak berkata
sakit sedikitpun, aku pun menyampaikan pada ibu.
Sampai
waktuku di rumah hampir habis, hari senin aku harus balik ke jogja karena
selasa ada kuliah. Namun, anehnya, hatiku berat sekali untuk kembali ke jogja,
kepalaku pusing badanku lemas, sampai kepikiran untuk membolos saja, namun
teringat ada kuis esoknya, terdapat perang lagi di hatiku karena aku pikir itu
nafsu maka aku harus melawannya, aku ingat perjuangan orang tuaku sampai aku
bisa kuliah. Akhirnya dari rencana balik jam 10 menjadi jam 13, sebelum pergi,
ibu mengajak bapak untuk duduk di kursi roda untuk melihat kepergianku, saat
itu perasaanku semakin tidak karuan saat melihat posisi dan kondisi bapak saat
didudukkan di kursi roda, sangat tidak berdaya, aku pun sampai terdiam dan
terpaku melihatnya, sampai sekarang aku masih terbayang.
Sampai
akhirnya aku pamit tak ada kata lain, selain kata pamitan dan bersalaman dengan
bapak, tak mengira kalau itu salaman terakhirku. Namun, ada kejadian lain saat
aku sudah naik angkot, bapak menyampaikan kepada ibu apakah mungkin nanti sore
tia balik ke rumah, ibu menjawab tia pulangnya lagi ya kalau libur.
Saat
itu terasa berbeda, perjalananku balik ke jogja sangat berat. Sampai di
terminal wonosobo, hatiku menyuruhku untuk kembali pulang ke rumah bahkan kakiku sangat ingin bergerak
kembali ke bis menuju ke rumah. Tapi aku masih tidak bisa membedakan antara nafsu
dan nurani, aku menguatkan diri untuk tetap kembali ke jogja, dalam perjalanan
pun terasa banyak halangannya, bis yang aku tumpangi menabrak spion mobil dan
harus mengganti, perjalanann di wonosobo terasa sangat lama, lalu aku dioper
dan akhirnya aku berdiri dari kretek sampai secang kira-kira 2 jam aku berdiri,
saat aku sudah duduk kira-kira jam 16.30 aku mengirim sms ke mba di rumah, “mba
mukenaku ketinggalan, eh aku tadi
berdiri loh dari kretek sampai secang”. Tak ada balasan padahal biasanya mba
cpet membalas, pikiranku melayang ada apa, apakah setelah ini aku akan ditelpon
tapi aku membuang jauh-jauh pikiran itu. (ternyata saat itu di rumah bapak
sedang kritis)
Sampai
di daerah pogung, aku mampir ke burjo sampaing kontrakan untuk membeli es susu
coklat, ya tepat jam 18.00 aku mengirim sms “Alhamdulillah tekan”
(Alhamdulillah sampai) maksudnya aku sudah sampai di jogja, (dan ternyata saat
itu bapak menghembuskan nafas terakhir). Aku langsung sholat maghrib, seketika
selesai sholat aku ingin makan dan ternyata ada missed call, dan kakak iparku
menelpon lagi, aku disuruh kembali pulang, katanya bapak masuk rumah sakit, aku
tidak percaya, tiba-tiba ada sms dari teman satu desaku yang mengabarkan bapak
telah tiada, antara percaya dan tidak. Malam itu aku mencari travel untuk
pulang alhamdulillah dapat dan sampai di rumah pukul 00.00, yang terlihat hanya
keranda jenazah yang didalamnya terbungkus tubuh bapak. Terlihat sedikit
penyesalan kenapa aku tidak bisa membedakan antara nafsu dan nurani, andai bisa
aku akan ada di samping bapak di detik terakhirnya. Tapi semua ini sudah takdir
Allah, waktunya sudah tercatat. Sekarang aku harus berusaha menjadi anak yang
solihah karena selama ini aku belum bisa memberikan apa-apa untuk bapak.
Ya Allah lapangkanlah kuburnya,
ampunilah segala dosa-dosanya dan kumpulkanlah kami di surgaMu,aamiin…