Selasa, 01 April 2014

Saat-saat terakhir...

Sekarang tak ada lagi pertanyaan-pertanyaan lirih yang menanyakan kapan aku lulus, sekarang taka da lagi sesosok laki-laki yang begitu tegas padaku. Sekarang taka da lagi laki-laki yang tertidur lemah di temat tidur menanti anaknya pulang, sekarang taka da lagi bapak yang setiap pagi duduk di kursi roda.
                Tanggal 10 maret 2014 pukul 18.05, bapak menghembuskan nafas terakhir. Kelemahannya saat di dunia, menahan sakitnya tubuh saat dipindahkan dari kursi roda ke tempat tidur atau sebaliknya, kini beliau telah tiada di dunia yang fana ini. Bapak meninggal di usianya yang ke 74 tahun, saat usiaku 21 tahun. Saat aku belum bisa memberikan apa-apa untuknya.
                Firasat, mungkin ada tapi aku menghalaunya jauh-jauh dari pikiranku.
           
 Teringat saat bulan februari 2014 kemarin, seharusnya aku melakukan kerja praktek bersama teman-temanku. Alhamdulillah saat itu keraguan muncul luar biasa di hatiku, karena memang factor dana yang memang tidak mencukupi jika aku ikut kerja praktek, selain itu entah mengapa hatiku sangat ingin di rumah merawat bapak, saat itu aku merasa galau luar biasa sampai akhirnya aku serahkan semua kepada Allah, dan akhirnya aku mantap untuk tidak kerja praktek, memutuskan untuk merawat bapak di rumah dan juga membantu ibu. Kurang lebih 2 pekan aku di rumah. Aku membantu sebisa yang aku lakukan, tak banyak pesan yang disampaikan oleh bapak, salah satunya tentang kelulusan dan wisuda. Meski dalam kondisi yang lemah dan terbatas, bapak masih memikirkan setiap anak dan cucunya. Mungkin aku yang paling banyak menjadi pikirannya. Suatu saat, saat gunung kelud meletus abunya sampai ke rumahku, seharusnya saat itu aku balik ke jogja namun melihat berita bahwa abu sangat tebal di jogja maka bapak menangis padahal saat itu aku masih di rumah, akhirnya aku menunda kepulangan sampai hari minggu sembari menenangkan bapak dan ibu, kalau aku tidak akan kenapa-kenapa.

                Sepulang dari rumah, malam pertama di jogja setelah pulang, aku bermimpi, Allah memberiku mimpi yang sangat aneh menurutku, aku bermimpi gigi gerahamku lepas dan aku merasa sangat sedih bahkan sampai menangis di dalam mimpi, sampai bangunpun hatiku terasa sangat sedih, seketika aku mengirimkan sms kepada mba ku di rumah, mba berpesan untuk tetap berpikir positif. Mimpi adalah bunga tidur pikirku. Sampai beberapa hari kemudian aku bermimpi lagi persis mimpi yang sama, aku pun mengirim sms ke mba ku lagi, jarang-jarang kalau aku bermimpi memberi tahu kepada orang lain apalagi mba ku yang jauh di Banjarnegara sana, tapi yang kedua kalinya mba ku tidak membalas, aku hanya bisa berdoa saat itu. Sampai aku memutuskan untuk memajukan tanggal kepulanganku, aku baru 3 pekan di Jogja padahal seharusnya aku pulang menunggu 4 pekan, namun hatiku sangat kuat kalau aku harus pulang. Hari kamis sehari sebelum aku pulang, aku bertemu dengan temanku dan main di kosannya, takdir Allah, dia dan bapak kosnya membicarakan tentang mimpi dan bapak kosnya pun ikut mengartikan mimpinya, mungkin itu hanya bercanda atau hanya pendapat orang. Aku pun menyampaikan pada temanku, kalau aku dua kali mimpi gigi gerahamku lepas, dan temanku bilang kalau ada yang mau meninggal. Aku menyangkalnya, itu mungkin hanya bunga tidur, aku tanya di rumah semua baik-baik saja. Jumat aku pulang, sampai di rumah seperti biasa bapak berada di tempat tidurnya, kalau bapak sedang tidur aku tidak berani membangunkannya. Sampai suatu sore saat bapak mau duduk di kursi roda aku melihat bapak sangat lemas, bahkan untuk duduk tegak di kursi roda terlihat sangat lemah. Sampai aku bertanya pada mba ku dan ibuku, bapak kenapa kok lemas begitu. Jawaban mba ku, namanya manusia kadang bersemangat kadang tidak. Sampai malam hari pun tiba. Aku tidur bersama ibu, sebelum tidur biasanya kami membicarakan banyak hal sampai akhirnya aku bertanya pada ibu, kenapa bapak begitu sepi tidak memanggil-manggil ibu, sebelum-sebelumnya setiap malam bahkan mungkin setiap jam bapak akan selalu memanggil-manggil ibu mungkin karena kesepian tapi malam itu berbeda, malam itu begitu sunyi dan aku pun merasa janggal, namun ibu menjawab mungkin bapak mengerti karena sebelumnya ibu bilang kalau ibu sedang tidak fit, memang saat itu ibu sedang sakit, tekanan darahnya tinggi. Aku pun menerima saja semua jawaban pertanyaan-pertanyaan yang aku ajukan. Sampai besoknya aku membatu ibu mengangkat bapak dari kursi roda ke tempat tidur dan ini sangat aneh, biasanya disentuh sedikit bapak akan merasa sakit dan bilang “sakit” tapi tumben pagi itu bapak hanya diam tidak berkata sakit sedikitpun, aku pun menyampaikan pada ibu.
                Sampai waktuku di rumah hampir habis, hari senin aku harus balik ke jogja karena selasa ada kuliah. Namun, anehnya, hatiku berat sekali untuk kembali ke jogja, kepalaku pusing badanku lemas, sampai kepikiran untuk membolos saja, namun teringat ada kuis esoknya, terdapat perang lagi di hatiku karena aku pikir itu nafsu maka aku harus melawannya, aku ingat perjuangan orang tuaku sampai aku bisa kuliah. Akhirnya dari rencana balik jam 10 menjadi jam 13, sebelum pergi, ibu mengajak bapak untuk duduk di kursi roda untuk melihat kepergianku, saat itu perasaanku semakin tidak karuan saat melihat posisi dan kondisi bapak saat didudukkan di kursi roda, sangat tidak berdaya, aku pun sampai terdiam dan terpaku melihatnya, sampai sekarang aku masih terbayang.
                Sampai akhirnya aku pamit tak ada kata lain, selain kata pamitan dan bersalaman dengan bapak, tak mengira kalau itu salaman terakhirku. Namun, ada kejadian lain saat aku sudah naik angkot, bapak menyampaikan kepada ibu apakah mungkin nanti sore tia balik ke rumah, ibu menjawab tia pulangnya lagi ya kalau libur.
                Saat itu terasa berbeda, perjalananku balik ke jogja sangat berat. Sampai di terminal wonosobo, hatiku menyuruhku untuk kembali pulang  ke rumah bahkan kakiku sangat ingin bergerak kembali ke bis menuju ke rumah. Tapi aku masih tidak bisa membedakan antara nafsu dan nurani, aku menguatkan diri untuk tetap kembali ke jogja, dalam perjalanan pun terasa banyak halangannya, bis yang aku tumpangi menabrak spion mobil dan harus mengganti, perjalanann di wonosobo terasa sangat lama, lalu aku dioper dan akhirnya aku berdiri dari kretek sampai secang kira-kira 2 jam aku berdiri, saat aku sudah duduk kira-kira jam 16.30 aku mengirim sms ke mba di rumah, “mba mukenaku ketinggalan,  eh aku tadi berdiri loh dari kretek sampai secang”. Tak ada balasan padahal biasanya mba cpet membalas, pikiranku melayang ada apa, apakah setelah ini aku akan ditelpon tapi aku membuang jauh-jauh pikiran itu. (ternyata saat itu di rumah bapak sedang kritis)
                Sampai di daerah pogung, aku mampir ke burjo sampaing kontrakan untuk membeli es susu coklat, ya tepat jam 18.00 aku mengirim sms “Alhamdulillah tekan” (Alhamdulillah sampai) maksudnya aku sudah sampai di jogja, (dan ternyata saat itu bapak menghembuskan nafas terakhir). Aku langsung sholat maghrib, seketika selesai sholat aku ingin makan dan ternyata ada missed call, dan kakak iparku menelpon lagi, aku disuruh kembali pulang, katanya bapak masuk rumah sakit, aku tidak percaya, tiba-tiba ada sms dari teman satu desaku yang mengabarkan bapak telah tiada, antara percaya dan tidak. Malam itu aku mencari travel untuk pulang alhamdulillah dapat dan sampai di rumah pukul 00.00, yang terlihat hanya keranda jenazah yang didalamnya terbungkus tubuh bapak. Terlihat sedikit penyesalan kenapa aku tidak bisa membedakan antara nafsu dan nurani, andai bisa aku akan ada di samping bapak di detik terakhirnya. Tapi semua ini sudah takdir Allah, waktunya sudah tercatat. Sekarang aku harus berusaha menjadi anak yang solihah karena selama ini aku belum bisa memberikan apa-apa untuk bapak.

Ya Allah lapangkanlah kuburnya, ampunilah segala dosa-dosanya dan kumpulkanlah kami di surgaMu,aamiin…

0 komentar: